Amasis II (bahasa Yunani Kuno: Ἄμασις) atau Ahmose II adalah seorang firaun Mesir (memerintah 570 SM – 526 SM) dari Dinasti kedua puluh enam Mesir, yang merebut tahta dari firaun Hofra, dan berkedudukan di Sais. Ia merupakan raja besar terakhir Mesir sebelum Mesir dikuasai oleh kekaisaran Persia.[2]

Riwayat hidup

sunting

Kebanyakan informasi mengenai Amasis diperoleh dari tulisan Herodotus (2.161ff) dan hanya dapat diverifikasi sebagian dari bukti monumen. Menurut sejarawan Yunani, ia berasal dari kalangan rakyat jelata.[3] Pemberontakan di antara tentara asli Mesir memberinya kesempatan untuk merebut tahta. Tentara ini pulang ke Mesir setelah mengalami kekalahan besar dalam penyerangan ke Cyrene di Libya, dengan kecurigaan bahwa mereka dikhianati oleh Hofra, firaun yang berkuasa saat itu, supaya dapat berkuasa lebih mutlak dengan mengandalkan tentara bayaran asal Yunani, dan banyak rakyat bersimpati pada tentara asli Mesir. Jenderal Amasis dikirimkan untuk menenangkan tentara dan memadamkan pemberontakan, tetapi malah diangkat sebagai firaun oleh para prajurit pemberontak, dan Hofra yang hanya dapat mengandalkan tentara bayaran, berhasil dikalahkan. Hofra kemungkinan ditawan di Memfis sebelum akhirnya mati dicekik dan dimakamkan di pekuburan leluhurnya di Sais, atau lari ke Babel dan terbunuh ketika mencoba menyerang tanah airnya pada tahun 567 SM dengan bantuan tentara Babel. Sebuah inskripsi menegaskan ada pergulatan antara tentara asli Mesir dengan tentara asing, dan membuktikan bahwa Hofra mati dibunuh serta dimakamkan dengan upacara kebesaran pada tahun ketiga pemerintahan Amasis (~567 SM). Amasis kemudian menikahi Chedebnitjerbone II, salah satu putri pendahulunya, Hofra, agar tahtanya menjadi sah.

Dari informasi keluarganya, diketahui bahwa ibu Amasis bernama Tashereniset, dan dibuatkan patung sedada, yang sekarang disimpan di British Museum.[4] Sebuah blok batu dari Mehallet el-Kubra juga memastikan bahwa nenek dari pihak ibunya, jadi ibu Tashereniset, bernama Tjenmutetj.[5]

Herodotus mencatat bahwa Amasis II kemudian menyebabkan pertikaian dengan tentara Persia. Menurut Herodotus, Amasis, diminta baik-baik oleh Cambyses II atau Koresh Agung untuk mengirim seorang dokter mata Mesir. Amasis tampaknya menurut dengan mengirim seorang dokter Mesir ke dalam kerja paksa, meninggalkan keluarga di Mesir, pergi ke Persia dalam bentuk pembuangan paksa. Sebagai balas dendam atas perlakuan ini, dokter Mesir itu menjadi dekat dengan Cambyses dan mengusulkan agar Cambyses meminta Amasis mengirim seorang putrinya untuk dinikahi agar ikatan dengan Mesir menjadi lebih kuat. Cambyses setuju dan meminta seorang putri Amasis untuk dinikahinya.[6]

Amasis, kuatir putrinya hanya akan menjadi selir raja Persia, menolak memberikan keturunannya sendiri, tetapi karena tidak ingin melawan kekaisaran Persia, ia bersiasat dengan mengirimkan secara paksa seorang putri mendiang firaun Hofra (Herodotus menegaskan bahwa firaun Hofra mati dibunuh oleh Amasis) ke Persia menggantikan putri kandungnya.[6][7][8]

Putri Hofra yang dikirim bernama Nitetis, yang menurut Herodotus, "tinggi dan cantik." Nitetis jelas mengkhianati Amasis dan setelah diterima oleh raja Persia, segera menjelaskan siasat Amasis dan asal usulnya sendiri. Cambyses marah dan bersumpah membalas dendam. Amasis sudah mati ketika Cambyses tiba di Mesir, tetapi penerusnya, yaitu putranya, Psamtik III, kemudian dikalahkan oleh tentara Persia.[6][8]

Pemakaman dan penghinaan

sunting

Amasis II wafat pada tahun 526 SM. Ia dimakamkan di royal necropolis (pemakaman raja-raja) di Sais. Sekarang makamnya tidak dapat ditemukan. Herodotus menulis:

[Makam itu] merupakan bangunan besar tertutup terbuat dari batu, dihiasi dengan pilar-pilar yang diukir menyerupai pohon palem, dan ornamen mahal lainnya. Di dalam kubah itu terdapat sebuah kamar berpintu ganda, di belakang pintu itu terdapat makamnya.[9]

Herodotus juga mencatat penghinaan terhadap mumi Amasis ketika raja Persia, Cambyses II, merebut Mesir dan mengakhiri Dinasti ke-26 atau Periode Saite:

[T]idak lama setelah [... Cambyses] memasuki istana Amasis, ia memerintahkan mayatnya [Amasis] diambil dari makam tempatnya disemayamkan. Setelah itu, ia memerintahkan penghinaan seburuk mungkin, misalnya mencambuki, menusuki dengan tombak, mencabuti rambut-rambutnya. [... Ka]rena mayat itu telah diawetkan dan tidak bisa terpotong kecil-kecil ketika dipukuli, Cambyses memerintahkan untuk membakarnya.[10]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Peter A. Clayton (2006). Chronicle of the Pharaohs: The Reign-By-Reign Record of the Rulers and Dynasties of Ancient Egypt. hlm. 195. ISBN 978-0-500-28628-9. 
  2. ^ Lloyd, Alan Brian (1996), "Amasis", dalam Hornblower, Simon; Spawforth, Anthony, Oxford Classical Dictionary (edisi ke-3rd), Oxford: Oxford University Press, ISBN 0-19-521693-8 
  3. ^ Mason, Charles Peter (1867). "Amasis (II)". Dalam William Smith. Dictionary of Greek and Roman Biography and Mythology. 1. Boston: Little, Brown and Company. hlm. 136–137. 
  4. ^ Aidan Dodson & Dyan Hilton, The Complete Royal Families of Ancient Egypt, Thames & Hudson, 2004. pp.245 & 247
  5. ^ Dodson & Hilton, pp.245 & 247
  6. ^ a b c Herodotus (1737). The History of Herodotus Volume I,Book II. D. Midwinter. hlm. 246–250. 
  7. ^ Sir John Gardner Wilkinson (1837). Manners and customs of the ancient Egyptians: including their private life, government, laws, art, manufactures, religions, and early history; derived from a comparison of the paintings, sculptures, and monuments still existing, with the accounts of ancient authors. Illustrated by drawings of those subjects, Volume 1. J. Murray. hlm. 195. 
  8. ^ a b Herodotus (Trans.) Robin Waterfield, Carolyn Dewald (1998). The Histories. Oxford University Press, US. hlm. 170. ISBN 978-0-19-158955-3. 
  9. ^ Amasis
  10. ^ Herodotus, Historia, Buku III, Pasal 16

Pustaka tambahan

sunting