Ahmad Rapanie
Ahmad Rapanie Igama adalah Pelestari Aksara Ulu (ka-Ga-Nga) Sumatera Selatan, Penerima Anugerah Kebudayaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2016[1]. Rapanie, panggilan sehari-hari, dikenal juga sebagai penulis puisi dan termasuk dalam Katalog Sastrawan Sumatera Selatan yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Sumatera Selatan, Aktivitasnya di dunia Sastra membawa dia memperoleh Anugerah Seni Batanghari Sembilan untuk kategori Seni Sastra dari Gubernur Sumatera Selatan. Kumpulan puisi tunggalnya: Potret Bingkai (1998), Bilakah Pelayaran Malam Berakhir (2000), dan Airmata Makam (2005). Beberapa puisinya dibuat Musikalisasi Puisi, dan beberapa naskah narasinya telah dipentaskan dalam bentuk seni pertunjukan.
Memiliki motivasi besar menekuni Aksara Ulu setelah berjumpa Pak Sarwit (Prof. Dr. Sarwit Sarwono, Universitas Bengkulu) pada forum MANASSA di Bogor pada tahun 1996 lalu berkenalan dengan Sejarawan Lubuklinggau, Suwandi Syam. Naskah beraksara Ulu yang pertama kali dibaca diberi nama “Gelumpay Nabi Muhammad”, Koleksi Museum Balaputra Dewa. Naskah berupa 14 buah bilah bambu, beraksara ulu tetapi berbahasa Jawa. Hasil kajian ini diterbitkan pada tahun 2005 oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya naskah gelondongan bambo Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, terbit Tahun 2007 oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.
Berkat upaya melakukan penelitian pada manuskrip berbahan kulit kayu (kaghas), bilah-bilah bambu (gelumpay), gelondongan bambu (surat buluh), dan (prasasti) tanduk kerbau, Rapanie diundang oleh Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) dan menyampaikan kertas kerja berjudul “Surat Ulu: Tradisi Tulis Sumatra Selatan” pada forum International Workshop on Endangered Scripts of Southeast Asia Tahun 2014. Setahun sebelumnya (2013) Rapanie diminta oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, untuk mengajarkan Aksara Ulu untuk pertama kalinya. Rapanie memiliki andil sebagai pengkaji dalam menjadikan Surat Ulu mendapat sertifikat Warisan Budaya Tak-Benda (WBTB). Rapanie juga menjadi pembina komunitas Pencinta Aksara Ulu Sumatera Selatan. Hingga kini masih aktif memberikan pelatihan aksara ulu.
Keluarga
suntingAhmad Rapanie Igama lahir di Palembang pada Tanggal 23 Maret 1964 dari ayah: Makmun Tachta Igama dan Ibu: Rukoyah, berasal dari Suku Komering dari Desa Campangtiga dan Kuripan, Kecamatn Cempaka, Ogan Kemering Ulu Timur, Sumatera Selatan, Indonesia. Beristri Dian Susilastri, peneliti BRIN, dan memiliki tiga orang anak yakni Ardian Kurniaji Pradipta (alm.), Tyasto Prima Ahmadi, dan Tyastri Suryaninda.
Pendidikan
suntingAhmad Rapanie Igama meraih gelar Sarjana Sastra dari Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan S-2 Magister Pembangunan Sosial, Sosiologi, FISIP, Universitas Indonesia, Depok.
Pranala luar
suntingReferensi
sunting- ^ mohammadwildan (2016-10-09). "Ahmad Rapanie Igama, Pelestari Naskah-naskah Kuno "Kaganga"". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Diakses tanggal 2024-01-28.