Ahmad Khatib al-Minangkabawi

ulama asal Minangkabau yang menjadi imam besar Masjidil Haram di Makkah
(Dialihkan dari Ahmad Khatib)


Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (26 Juni 1860 – 9 Oktober 1915) adalah seorang ulama Indonesia asal Minangkabau, ia dikenal terutama karena pernah menjadi Imam Besar di Masjidilharam dan guru dari banyak pemimpin reformis Islam Indonesia, termasuk Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama dan Sulaiman Ar-Rasuli, pendiri PERTI.[1][2][3]

Infobox orangAhmad Khatib al-Minangkabawi
Biografi
Kelahiran1860 Edit nilai pada Wikidata
Koto Tuo Edit nilai pada Wikidata
Kematian1916 Edit nilai pada Wikidata (55/56 tahun)
Makkah Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau di Singapura Edit nilai pada Wikidata
AgamaIslam Edit nilai pada Wikidata
PendidikanKweekschool Fort de Kock Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanimam Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
Pasangan nikahFatimah
Khadijah Edit nilai pada Wikidata
AnakAbdul Hamid Khatib
 ( Fatimah)
Abdul Malik al-Khathib
 ( Fatimah) Edit nilai pada Wikidata
Orang tuaAbdoel Latif Chatib Edit nilai pada WikidataLimbak Oerai Edit nilai pada Wikidata
KerabatTahir Jalaluddin Al-Azhari (sepupu)
Fuad Abdul Hamid Khatib (cucu laki-laki)
Lutfiah Al-Khatib (cucu perempuan) Edit nilai pada Wikidata

Namanya diabadikan untuk Masjid Raya Sumatera Barat.

Kehidupan awal

sunting

Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah bin Abdul Aziz al-Minangkabawi al-Jawi al-Makki asy-Syafi'i al-Asy'ari. Ia dilahirkan di Koto Tuo, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (26 Juni 1860 M). Abdullah, kakek —atau menurut sumber lain, buyut— Khatib, adalah seorang ulama yang terkenal di daerah tersebut. Oleh masyarakat Koto Tuo, Abdullah ditunjuk sebagai imam dan khathib.[1][4]

Pendidikan

sunting

Ketika masih tinggal di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Guru atau Kweekschool[4] dan menamatkannya pada tahun 1871 M. Di samping belajar di Kweekschool, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil belajar Al-Qur'an.

Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, Abdul Lathif, ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, Abdul Lathif kembali ke Sumatera Barat, sementara Ahmad tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama Mekkah terutama yang mengajar di Masjidilharam.

Selama di Makkah, Ahmad kecil belajar dengan sejumlah guru, di antaranya adalah Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al-Makki asy-Syafi’i, Utsman bin Muhammad Syatha al-Makki asy-Syafi’i, dan Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i. Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Ahmad Khatib, yaitu:

Selain mempelajari ilmu agama, Ahmad Khatib juga mempelajari matematika, fisika, dan bahasa Inggris selama di Makkah.

Pernikahan

sunting

Di Makkah, Ahmad Khatib sering mengunjungi sebuah toko buku milik seorang pria bernama Shalih al-Kurdi. Shalih tertarik padanya, lalu menikahkannya dengan salah satu putrinya, yang menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar bernama Khadijah. Dari pernikahannya dengan Khadijah, Ahmad khatib dikaruniai seorang putra, yang diberi nama Abdul Karim (1300-1357 H). Pernikahan Ahmad Khatib dengan Khadijah tidak berlangsung lama karena Khadijah meninggal dunia tidak lama kemudian.

Shalih, sang mertua, meminta Ahmad Khatib untuk menikahi putrinya yang lain, yaitu adik kandung Khadijah yang bernama Fathimah. Dari Fathimah, Ahmad Khatib dikaruniai beberapa orang anak:

  • ‘Abdul Malik, yang kemudian menjadi ketua redaksi koran Al Qiblah dan memiliki kedudukan tinggi di al-Hasyimiyyah (Yordania).
  • ‘Abdul Hamid, seorang ulama ahli adab dan penyair kenamaan yang pernah menjadi staf pengajar di Masjid Al Haram dan duta besar Saudi untuk Pakistan. Penulis Tafsir Al Khathib Al Makki dan Sirah Sayyid Walad Adam shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Imam al-Adil

Ahmad Khatib digambarkan sebagai seorang ayah yang baik dan agamais, ia mengajarkan pendidikan Al-Qur'an dan ilmu-ilmu keislaman pada putra-putranya, dan dikatakan turut mewariskan ilmu pengetahuannya kepada mereka.

Imam Besar Masjidilharam

sunting

Ada dua versi mengenai sebab pengangkatan Ahmad Khatib sebagai Imam dan khathib utama Masjidilharam. Umar ‘Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah berkat permintaan Shalih al-Kurdi, sang mertua, kepada Syarif Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Ahmad Khatib menjadi imam sekaligus khathib. Sedangkan versi kedua yang dicatat oleh Hamka dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra menceritakan bahwa Ahmad Khatib pernah mengikuti salat berjama’ah yang dipimpin langsung oleh Syarif Aunur Rafiq. Di tengah salat, ternyata terdapat bacaan Rafiq yang keliru, dan Khatib kemudian membetulkan bacaan tersebut. Setelah salat selesai, Rafiq bertanya mengenai siapa yang memperbaiki bacaannya tadi, ia lalu ditunjukkan kepada Ahmad Khatib, menantu sahabatnya, Shalih. Bagaimanapun, Rafiq kemudian mengangkat Ahmad Khatib sebagai Imam Besar di Masjidilharam.

Pandangan

sunting

Meskipun Ahmad Khatib adalah seorang Muslim Sunni ortodoks, ia tetap berharap untuk mendamaikan sistem matrilineal di Minangkabau dengan hukum waris yang ditentukan dalam Al-Qur'an. Melalui murid-murid Minangkabau yang belajar di Makkah maupun yang diajarnya di Indonesia, ia mendorong modifikasi budaya Minangkabau berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.

Murid-murid Khatib umumnya diajarkan fiqih Syafi'i. Banyak dari mereka yang kemudian menjadi ulama-ulama besar di Indonesia, seperti Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Hamka; Syaikh Muhammad Jamil Jambek dari Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli, Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Abbas Qadhi, Syaikh Abbas Abdullah, Syaikh Khatib Ali, Syaikh Ibrahim Musa, Musthafa Husein al-Mandili, dan Syaikh Hasan Maksum. Dua muridnya yang peling menonjol adalah Hasyim Asy'ari dan Ahmad Dahlan, yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.[2][5]

Dalam bahasa Arab:

  • Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
  • Al-Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
  • Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
  • Raudhatul Hussab
  • Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
  • As Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
  • Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
  • An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah
  • Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
  • Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
  • Al ‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
  • Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
  • Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
  • Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin
  • Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
  • As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
  • Al Mawa’izh Al Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
  • Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
  • Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
  • Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah An Naqsyabandiyyah
  • Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq
  • Tanbihul Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam,
  • Hasyiyah Fathul Jawwad
  • Fatawa Al Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
  • Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif

Dalam bahasa Indonesia:

  • Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
  • Ar Riyadh Al Wardiyyah fi Ushulit Tauhid wa Al Fiqh Asy Syafi’i
  • Al Manhajul Masyru’ fil Mawarits
  • Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj
  • Shulhul Jama’attain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’attain
  • Al Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
  • Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
  • Al Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat
  • Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
  • Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
  • Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
  • Izhhar Zughalil Kadzibin
  • Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
  • Al Jawi fin Nahw
  • Sulamun Nahw
  • Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
  • Asy Syumus Al Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
  • Sallul Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
  • Al Bahjah fil A’malil Jaibiyyah
  • Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
  • Fatawa Al Khathib

Kematian

sunting

Ahmad Khatib al-Minangkabawi meninggal dunia pada tanggal 9 Oktober 1915 (9 Jumadil Awal 1334) H di Makkah, Arab Saudi.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Fadhlan Mudhafier, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy: Pemikiran dan Perjuangannya, Masa 1276-1334 Hijriah, 2013
  2. ^ a b Fred R. Von der Mehden, Two Worlds of Islam: Interaction Between Southeast Asia and the Middle East, 1993
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-07. Diakses tanggal 2014-04-06. 
  4. ^ a b Oktavika, Devi Anggraini (16 January 2012). "Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Dari Minang ke Masjidil Haram (1)". Republika Online. Diakses tanggal 10 April 2013. 
  5. ^ Siradjuddin ‘Abbas. Thabaqatus Syafi’iyah (hal. 406)

Daftar pustaka

sunting
  • ‘Abduljabbar, ‘Umar. 1403 H. Siyar wa Tarajim Ba’dhi ‘Ulamaina fil Qarn Ar Rabi’ ‘Asyar lil Hijrah. KSA: Tihamah
  • Al-Hazimi, Ibrahim bin ‘Abdullah. 1419 H. Mausu’ah A’lamil Qarn Ar Rabi’ ‘Asyar wal Khamis ‘Asyar Al Hijri fil ‘Alam Al ‘Arabi wal Al Islami min 1301-1417. KSA: Dar Asy Syarif lin Nasyr wat Tauzi’
  • Al-Mu’allimi, ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman. 1421 H. A’lamul Makkiyyin min Al Qarn At Tasi’ ilal Qarn Ar Rabi’ ‘Asyar Al Hijri. KSA: Muassasah Al Furqan lit Turats Al Islami
  • Steenbrink, Dr. Karel A. 1984 M. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19. Jakarta: Bulan Bintang
  • Dahlan, Dadang A. 2007. Cahaya dan Perajut Persatuan Waliullah Ahmad Khatib Al Minangkabawy. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
  • Suprapto, Muhammad Bibit. 2009. Ensiklopedi Ulama Nusantara. Jakarta: Glegar Media Indonesia
  • Amrullah, ‘Abdul Malik bin ‘Abdul Karim. Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas
  • Ad-Dahlawi, ‘Abdus Sattar bin ‘Abdul Wahhab. 1430 H. Faidhul Malikil Wahhabil Muta’ali bi Anba’ Awailil Qarn Ats Tsalits ‘Asyar wat Tawali. KSA: Maktabah Al Asadi
  • ‘Abbas, Siradjuddin. 2011. Thabaqatus Syafi’iyah, Ulama Syafi’I dan Kitab-Kitabnya dari Abad ke Abad. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru
  • Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Otobiografi Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi (Dari Minangkabau untuk Dunia Islam). Yogyakarta:Gre Publishing
  • 100 ulama Nusantara di tanah suci, hal.302-313, DR. Maulana La Eda, Aqwam, 2020, 368 hal