Ahl Al-Hall wa Al-Aqd
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Januari 2023. |
Ahl Al-Hall wa Al-Aqd adalah sebuah lembaga atau dewan yang berwenang dalam memutuskan tentang pengangkatan seorang pemimpin dalam sistem politik Islam atau yang disebut sebagai khalifah. Dewan Ahl Al-Hall wa Al-Aqd bisa mengangkat ataupun menurunkan khalifah yang sedang berkuasa atasnama rakyat, dengan berbagai sebab yang telah diperhitungkan dalam Majelis Syuro. Istilah Ahl Al-Hall wa Al-Aqd sendiri sebenarnya tidak lahir dari zaman Nabi Muhammad SAW ataupun zaman Khulafaur Rasyidin, lembaga ini baru muncul ketika zaman Abbasiyah atau Bani Abbas yang berpusat di Kota Baghdad (sekarang Ibu kota Irak), namun pada praktiknya, banyak terjadi anomali dalam pemilihan anggota dewan Ahl Al-Hall wa Al-Aqd yang kebanyakan ternyata dipilih oleh khalifah sendiri.[1][2][3]
Pengertian
suntingSecara Terminologis
suntingSecara kebahasaan atau terminologis, Ahl Al-Hall wa al-Aqd artinya (dalam Bahasa Indonesia artinya adalah “orang-orang yang melepas dan mengikat”). Dalam literatur fiqih, Ahl-Al-Hall wa Al-Aqd adalah orang-orang yang memenuhi syarat untuk mengikat dan membubarkan, yaitu membuat keputusankeputusan. Dan bisa juga dikatakan “majelis syuro” sebagaimana terdapat dalam Ensiklopedi Islam.[4][5]
Secara Etimologis
suntingSedangkan ditinjau dari segi Terminologi, Ahl Al-Hall wa Al-Aqd banyak terjadi pendapat seperti uraian berikut:
- Menurut Abd Al Hamid Anshori bahwa Ahl Al-Hall wa Al-Aqd ialah orang-orang yang berwenang untuk merumuskan serta memutuskan suatu kebijakan dalam pemerintahan yang didasarkan pada prinsip musyawarah.[5]
- Imam al-Mawardi mengemukakan pandangan bahwa dalam kajian fiqih siyasah terdapat kesamaan anatara Majelis Syuro, Ahl Al-Hall wa Al-Aqd, ahlul jihad dan ahlul ak-ikhtiyar. Konsep Ahl Al-Hall wa Al-Aqd telah populer semasa pemerintahan Khulafaur Rasyidin ataupun pada masa Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, namun hanya ide konsep itu mengemuka pada masa kepemimpinan Umar, yaitu orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan gagasan mereka,tetapi belum terbentuk secara tegas.[5]
- Ahl-al-hall wa al-‘aqd menurut al-Bagdadi adalah mereka yang mempunyai keahlian dalam bidang ijtihad. Maksudnya adalah sekumpulan orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang-bidang khusus semisal hukum, politik, ekonomi dan sebagainya. Mereka juga memiliki kemampuan di bidang lain yang menopang peran mereka, juga memiliki kemampuan di bidang lainnya yang mendukung peran sebagai wakil rakyat dalam menentukan kebijakan demi kemashlahatan, di samping juga para wakil rakyat untuk menentukan pemimpin mereka.[5]
Kritik
suntingSeperti halnya konsep dan teori, pasti menimbulkan kritik dari para ahli lainnya, begitu juga tentang konsep Ahl Al-Hall wa Al-Aqd. Salah satu yang mengkritik konsep Ahl Al-Hall wa Al-Aqd adalah Ibnu Taimiyah, Secara umum Ibnu Taimiyah sebenarnya menolak teori khilafah Sunni tentang pengangkatan kepala negara oleh Ahl al-Hall wa Al-Aqd, seperti yang dielaborasikan oleh al-Mawardi, dan juga konsep baiat oleh segelintir ulama. Ibnu Taimiyah bahkan menolak keberadaan Ahl Al-Hall wa Al-Aqd. Pandangannya ini sejalan dengan penolakannya terhadap praktik politik yang terjadi pada masa Abbasiyah atau Bani Abbas. Keberadaan Ahl Al-Hall wa Al -Aqd tidak lebih hanya sekadar alat legitimasi ambisi politik penguasa. Dalam sejarah Ahl al-Hall wa Al-Aqd menurut Ibnu Taimiyah tidak pernag mencerminkan diri sebagai representasi suara rakyat. Bagaimana mungkin Ahl al-Hall wa Al-Aqd menjadi wakil rakyat kalau yang menentukan keberadaannya adalah kepala negara.[6]
Kritik lainnya juga datang dari ahli Islam asal India, Qamarudin Khan. Istilah Ahl al-Hall wa Al-Aqd menurut Qamaruddin Khan, tidak pernah diketahui sejak masa awan umat Islam, dan hanya populer setelah Bani Abbas berkuasa, sehingga tidak memiliki landasan teoretis dan hukum yang jelas, bahkan tidak ada dalam Al-Qur'an ataupun Al-Hadis.[6]
Referensi
sunting- ^ Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2013) hal. 32
- ^ "Ahl al-Hall wa'l-Aqd - Oxford Islamic Studies Online". www.oxfordislamicstudies.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-17.
- ^ "Ahl al-Hall wa al-Aqd | Islamopedia Online". www.islamopediaonline.org (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-23. Diakses tanggal 2017-11-17.
- ^ Qasim, Zaman, Muhammad. "Ahl al-ḥall wa-l-ʿaqd" (dalam bahasa Inggris).
- ^ a b c d "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-11-17. Diakses tanggal 2017-11-17.
- ^ a b Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Kencana, 2013) hal. 32