Agatha Kwon Chin-i

Agatha Kwon Chin-i (1820-1840) adalah martir Katolik Korea yang merupakan puteri dari seorang pejabat pemerintahan yang bernama Kwon dan istrinya yaitu Magdalena Han, yang menjadi martir pada tanggal 29 Desember 1839. Dia menikah ketika dia masih berusia sekitar 12 atau 13 tahun. Namun, Agatha tinggal dengan salah seorang kerabatnya, karena suaminya terlalu miskin untuk memiliki sebuah rumah. Mereka hanya melaksanakan upacara perkawinan.

Ketika seorang imam dari Tiongkok yaitu Pasifikus Yu Pang-che datang ke Korea, Agatha bekerja untuknya sebagai seorang pembantu rumah tangga. Agatha berkata kepada imam itu bahwa dia ingin menjaga kebajikan keperawanan, dan imam itu membatalkan perkawinannya sehingga dia dapat menjadi seorang perawan. Tak lama setelah rumor itu mulai menyebar tentang hubungan mereka yang sangat membahayakan Gereja. Oleh karena itu, ketika imam dari Perancis yaitu Pastor Maubant tiba, dia menyuruh Pastor Yu pulang ke Tiongkok. Selain itu, dia juga memanggil Agatha Kwon Chin-i dan menyadarkannya kembali ke situasi yang telah dia bantu ciptakan. Hasilnya, rumor yang mengganggu pikiran umat beriman selama berbulan-bulan mulai mereda. Agatha juga menyadari bagaimana tindakannya itu tanpa disadari telah menyebabkan masalah yang serius. Dia bertobat dan bertekad untuk menebusnya dengan mempersembahkan dirinya sebagai seorang martir bagi Allah.

Agatha Kwon ditangkap bersama dengan Agatha Yi dan seorang hamba perempuan pada tanggal 17 Juli 1839. Mereka dibawa ke sebuah rumah pribadi di bawah pengawasan seorang penjaga. Namun demikian, mereka melarikan diri dengan bantuan seorang polisi dan kemudian mereka bersembunyi di rumah seorang Katolik di Seoul. Namun, hamba perempuan itu yang pertama kali ditangkap memberitahukan keberadaan kedua Agatha itu berada kepada para penangkapnya, dan kemudian mereka ditangkap kembali. Begitu banyak siksaan berat tidak membuat mereka menyangkal imannya.

Agatha Kwon bertemu dengan ibunya yaitu Magdalena Han di dalam penjara dan mereka melakukan percakapan terakhir mereka, sambil menantikan kebahagiaan abadi mereka di Surga.

Agatha mengirimkan sepucuk surat kepada salah satu temannya. Surat itu penuh dengan kasih sayang yang tulus dan ketaatan kepada kehendak Allah. Wanita muda Korea ini memnpersembahkan lebih banyak air mata dan parfum yang lebih harum daripada Maria Magdalena pada zaman Yesus.

Berdasarkan dokumen pemerintah (Catatan Harian Sungjongwon), Agatha yang berusia 21 tahun dibawa ke suatu tempat yang disebut Tangkogae di dekat Seoul dan dipenggal di sana pada tanggal 31 Januari 1840 bersama dengan lima orang Katolik lainnya.[1]

Referensi

sunting