Abul Hasan Asy-Syadzili

pendiri tarekat Syadziliyah

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili (bahasa Arab: أبو الحسن الشاذلي) (lahir Ghumarah, Maroko, 1197 - wafat Humaitsara, Mesir, 1258) adalah pendiri Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia. Ia dipercayai oleh para pengikutnya sebagai salah seorang keturunan Nabi Muhammad, yang lahir di desa Ghumarah, dekat kota Sabtah, daerah Maghreb (sekarang termasuk wilayah Maroko, Afrika Utara) pada tahun 593 H/1197 M.

Sejarah

sunting

Nama lengkap Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah Abul Hasan Asy-Syadzili Al-Idrisi Al-Hasani.[1] Sebagian besar sumber yang berbicara tentang sejarah Asy-Syadzili sepakat bahwa dia lahir di negeri Maghreb pada tahun 593 H (1197 M), di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah (sekarang kota Ceuta, eksklave Spanyol di Afrika Utara). Asy-Syadzili tdi desa ini, di mana ia menghafal Al-Quran Al-Karim dan mulai mempelajari ilmu syariat.

Kemudian dia pergi ke kota Tunis ketika masih sangat muda. Dia tinggal di sebuah desa yang bernama Syadzilah. Oleh karena itu, dia dinisbatkan kepada desa tersebut, meskipun dia tidak berasal dari sana, sebagaimana dikatakan oleh penulis al-Qamus. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dinisbatkan kepada desa tersebut karena dia tekun beribadah di sana.[1]

Sebagai pendiri Thoriqoh Syadziliyah, nasab atau Garis keturunan beliau bersambung sampai dengan Rasulullah Nabi Besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Silsilah :

1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

2. Fatimah Az-Zahra

3. Hasan Al-Mujtaba

4. Hasan Al-Mutsanna

5. Abdullah Al-Mahdi

6. Idris Al-Akbar

7. Idris Al-Azhar

8. Umar

9. Ahmad

10. Muhammad

11. Ali Al-Battal

12. Wardi

13. Yusya

14. Yusuf

15. Qushay

16. Hatim

17. Hurmuz

18. Tamim

19. Abdullah Abdul Jabbar

20. Syarif Ali Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili

Ciri-ciri pribadi

sunting

Asy-Syadzili berkulit sawo matang, berbadan kurus, perawakannya tinggi, pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang, dan lidahnya fasih serta perkataannya baik.[1] Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia selalu mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Dia tidak pernah terlihat memakai baju-baju bertambalan sebagaimana yang dipakai oleh sebagian sufi, bahkan selalu mengenakan pakaian bagus. Dia menyukai kuda, memelihara, dan menungganginya. Dia selalu menasihatkan untuk bersikap moderat.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Ibn Abi al-Qasim al_Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah", halaman 2-4. Penerbit ERLANGGA, 2009 ISBN (13)978-979-033-319-2