Abu Tu Min
Tgk. H. Muhammad Amin Mahmud atau yang sering disebut Abu Tu Min (17 Agustus 1932 – 27 September 2022) merupakan ulama kharismatik Aceh murid Abuya Muda Waly dan Teungku Hasan Krueng Kale. Abu Tu Min merupakan pimpinan Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh, Jeumpa, Bireuen. Dayah ini berdiri pada tahun 1890 oleh Tgk H. Imam Hanafiah yang merupakan kakek Abu Tu Min. Beliau merupakan ahli fiqh mazhab Syafii dan ahli thariqat Al-Haddadiyah serta pakar kitab Syarah Al-Hikam karangan Syeikh 'Ataillah As-Sakandari.[1]
Kehidupan Pribadi dan Pendidikan
suntingKeluarga Abu Tu Min dikenal sebagai keluarga yang paham akan agama Islam. Hal ini dibuktikan dari silsilah keluarganya dimana kakeknya yang bernama Abu Hanafiah adalah seorang pendiri sekaligus guru agama di desa Gampong Blang Dalam dan ayahnya yang bernama Teungku Muhammad Mahmud atau lebih dikenal dengan Teungku Muda Leube adalah salah seorang guru di dayah yang dibangun oleh Abu Hanafiah. Teungku Muhammad Mahmud sendiri semasa hidupnya pernah berguru kepada Teungku Hasan Krueng Kalee di Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee.
Teungku Muhammad mahmud memiliki tiga orang istri yaitu:
Nyak Ti
Tidak memiliki keturunan
Juwairiah
Halimah, Habsah, Syarifuddin, dan Jafar
Khadijah
Muhammad Amin (Abu Tu Min), Muhammad Ali, Nasruddin, Zainuddin, Mustafa, Hendon, Abdullah, Fatimah, dan Ilyas.
Abu Tu Min dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1932 di Gampong Kuala Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Bireuen. Ketika kecil dia lebih banyak mendapatkan pendidikan keagamaan daripada pendidikan umum. Pendidikan umumnya didapatkan dari Inlandsche Volkschool (sekolah dasar rakyat) hingga kelas tiga karena masuknya Jepang ke Aceh. Pendidikan agamanya didapatkan dari dayah yang didirikan oleh kakeknya, selain itu ia juga belajar di Dayah Pulo Reudeup, Kecamatan Jangka, Bireuen serta Dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan. Setelah menempuh pendidikan selama tujuh tahun maka pada tahun 1959, Abu Tu Min kembali ke kampung halamannya dan mengajar di dayah yang didirikan oleh kakeknya.[1]
Pernikahan
suntingAbu Tu Min menikah pada tahun 1964 dengan seorang wanita yang bernama Mujahidat. Mujahidat sendiri adalah putri dari pamannya yang bernama Teungku Husin. Pernikahan ini sendiri adalah hasil perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka.[1]
Pengaruh Di Dalam Masyarakat Aceh
suntingAbu Tu Min adalah salah satu ulama paling berpengaruh di Aceh pada saat ini. Ia sering kali dimintai pendapat oleh pemerintah Aceh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan pemerintah dan agama. Setiap pendapat yang dikeluarkannya tidak pernah dibantah oleh ulama-ulama lainnya dan bahkan itu menjadi sebuah fatwa yang disepakati.
Selain aktif di dayah yang didirikan oleh kakeknya, Abu Tu Min juga aktif di Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh pada Majelis Syuyukh atau Dewan Penasehat bersama dengan beberapa ulama lainnya. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Aceh 2002-2012, Dewan Ifta' Daerah PERTI Aceh 2012-2017, Majelis Syura Pengurus Besar Dayah Inshafuddin Aceh, Dewan Penasehat Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) dan Majelis Tuha Peut Lembaga Wali Nanggroe (LWN) 2016-2026.
Berkat para santrinya yang telah lulus dan mendirikan dayah di kampung halamannya sendiri maka pendapat-pendapat Abu Tu Min juga ikut tersebar luas di beberapa kabupaten di Aceh.
Tidak hanya di kalangan murid-muridnya, pendapat Abu Tu Min juga dijadikan sebagai rujukan untuk menyelesaikan konflik sosial. Ia sering dimintai pendapat oleh pihak-pihak yang bertikai ketika konflik Aceh berlangsung. Selain itu pada tahun 2009, ia juga terlibat untuk menyelesaikan konflik tapal batas gampong Cot Bada dan Teupok Baroh yang tidak dapat diselesaikan oleh unsur Muspida setempat pada masa itu.[1]
Referensi
sunting- ^ a b c d Muammar, Mawardi, Husaini (Juli 2018). "Abu Tumin: Biografi Ulama Dayah Aceh (1932-2017)". Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah. 3 (Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah). Diakses tanggal 18 Oktober 2018.