Abdul Karim (ulama)

Ulama
(Dialihkan dari Abdul Karim)

KH. Abdul Karim atau sering disapa Mbah Manab (1856 - 1954) adalah ulama pendiri Pondok Pesantren Lirboyo yang berlokasi di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1908, ia menikah dengan putri Kiai Sholeh, Banjarmlati, Kediri bernama Siti Khodijah alias Nyai Dhomroh. Kiai Abdul Karim juga dikenal berada di garda terdepan dalam melawan penjajah, salah satunya bisa dilihat saat ia mengirimkan santri-santrinya ke Pertempuran Surabaya dan perlawanan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kediri dan sekitarnya.[1]

Abdul Karim
NamaAbdul Karim
IstriSiti Khodijah
KeturunanNy. Hj. Salamah (Istri K.H. Manshur Anwar)
Ny. Hj. Zainab (Istri K.H. Mahrus Ali)
Ny. Hj. Maryam (Istri K.H. Marzuqi Dahlan)
Ny. Hj. Qamariyyah (Istri K.H. Zaini Munawwir)

Pendidikan

sunting

Sejak kecil, KH. Abdul Karim sudah sangat giat untuk mencari ilmu, terutama bersama sang kakak yang bernama Kiai Aliman. Pesantren yang pertama kali beliau singgahi terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan pengembaraannya ke daerah Cepoko, Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setelah dirasa cukup, beliau meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, di sinilah beliau memperdalam kajian ilmu Al Quran. Lalu beliau melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu sharaf-nya. Selama tujuh tahun lamanya beliau menuntut ilmu di pesantren itu, selanjutnya beliau memperdalam lagi ilmunya di salah satu pesantren besar di Pulau Madura yang diasuh langsung oleh Syaikhona Kholil Bangkalan selama 23 tahun.

Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura yakni KH. Hasyim Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmlati Kediri pada tahun 1908.

Mendirikan Pesantren Lirboyo

sunting

Setelah dua tahun pernikahannya dengan Nyai Siti Khadijah binti Kiai Sholeh, tepatnya pada 1910, KH. Abdul karim bersama istri tercintanya hijrah ke tempat baru di sebuah desa yang bernama Desa Lirboyo, Kediri, di sinilah titik awal berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo yang hingga saat ini menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia dan dikenal luas hingga mancanegara.

Pada tada tahun 1913, KH. Abdul Karim mendirikan sebuah masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana ibadah dan sarana ajar mengajar bagi santri. KH. Abdul Karim adalah sosok yang sederhana dan bersahaja. Beliau gemar melakukan tirakat dan riyadhah (mengolah jiwa), sehingga seakan hari-harinya hanya berisi pengajian dan tirakat.[2]

Pada tahun 1950 saat KH. Abdul Karim menunaikan ibadah haji, kondisi kesehatannya sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati akhirnya keluarga mengikhlaskan keberangkatannya untuk menunaikan ibadah haji dengan ditemani sahabat akrabnya, KH. Hasyim Asy’ari dan seorang dermawan asal Madiun Haji Khozin.[3]

Keluarga

sunting
Keluarga Nama
Ayah Abdurrahim
Ibu Salamah
Istri Siti Khodijah alias Dhomroh
Anak
  • Hannah
  • Salamah
  • Zainab
  • Maryam
  • Qamariyah
  • Aisyah
Menantu
  • Abdulloh Syiroj (dengan Hannah)
  • Manshoer Anwar (dengan Salamah)
  • Mahrus Aly (dengan Zainab)
  • Marzuqi Dahlan (dengan Maryam)
  • Zaini Munawwir (dengan Qamariyah)
  • Abdullah Jauhari (dengan Aisyah)
Cucu
  • Muhammad Anwar Manshur bin Manshoer Anwar
  • Abdul Aziz Manshur bin Manshoer Anwar
  • Imam Yahya Mahrus bin Mahrus Aly
  • Abdullah Kafabihi Mahrus bin Mahrus Aly
  • Ahmad Hasan Syukri Zamzami bin Mahrus Aly
  • An'im Falahuddin Mahrus bin Mahrus Aly
  • Ahmad Idris Marzuqi bin Marzuqi Dahlan
  • Bahrul Ulum Marzuqi bin Marzuqi Dahlan
  • Muhammad Ishlah Marzuqi bin Marzuqi Dahlan
  • Muhammad Habibullah Zaini bin Zaini Munawwir
  • Thaha Widodo Zaini bin Zaini Munawwir
  • Maksum Jauhari bin Abdullah Jauhari

Seusai pulang dari ibadah haji kedua tersebut, KH. Abdul Karim mulai menunjukkan tanda kurang sehat dan sempat sakit-sakitan. Akan tetapi yang cukup menyedihkan adalah kesehatannya semakin turun drastis hingga beliau sakit lumpuh. Sebenarnya gejala kelumpuhan itu sempat diderita hampir satu setengah tahun. Sampai akhirnya saat memasuki Bulan Ramadhan tahun 1374, KH. Abdul Karim semakin kritis, sehingga tidak mampu lagi memberikan pengajian dan menjadi imam shalat jama'ah.

Lalu, tepat pada hari Senin, 21 Ramadhan 1374 H atau tahun 1954 M, KH. Abdul Karim wafat, dan kemudian beliau dimakamkan di belakang Masjid Lawang Songo, Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.

Referensi

sunting
  1. ^ "KH. Abdul Karim ( 1856 - 1954 )". Pondok Pesantren Lirboyo (dalam bahasa Inggris). 2015-09-09. Diakses tanggal 2022-01-13. 
  2. ^ "Sekilas Lirboyo". Pondok Pesantren Lirboyo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-13. 
  3. ^ "Meneladani Sosok dan Kiprah KH Abdul Karim Lirboyo". NU Online Jatim. Diakses tanggal 2022-01-13. 


Pranala luar

sunting
Didahului oleh:
tidak ada
Pendiri
Ponpes Lirboyo

1926-1947
Diteruskan oleh:
Para Dzuriyah