Al-ʿĀrif Bīllāh Al-Faqīh Ash-Shūfī Hadhrotul Mukarrom Syeikh ʿAbdullāh Mubārok bin Noor Muhammad qs. wa ra. atau dikenal luas dengan panggilan Pangersa Abah Sepuh adalah Tokoh Masyarakat yang dikenal sebagai Ulama Besar, sangat berpengaruh, dan Kharismatik. Beliau merupakan Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dan juga Murid Utama dari Syeikh Ahmad Tholhah bin Tholabuddin yang kemudian diberi Mandat Khirqoh Kemursyidan Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN)[pranala nonaktif permanen] dalam silsilah ke-36 oleh beliau. Selama hidupnya Pangersa Abah Sepuh bukan sekadar Ulama biasa. Ia adalah Pejuang Kemerdekaan sekaligus Mursyid Tarekat.

Pangersa Abah Sepuh
Al-ʿĀrif Bīllāh Al-Faqīh Ash-Shūfī Hadhrotul Mukarrom Syeikh ʿAbdullāh Mubārok bin Noor Muhammad qs. wa ra.
NamaPangersa Abah Sepuh
LahirʿAbdullāh Mubārok
1836
di Kampung Cicalung, Desa Bojongbentang, kec. Tarikolot, Sumedang, Hindia BelandaHindia Belanda
MeninggalRabu, 25 Januari 1956
Kota Tasikmalaya
Dimakamkan diPuncak Suryalaya
Nama lainAjengan Godebag
KebangsaanIndonesia
EtnisSunda
JabatanSyeikh Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya
Gagasan yang terkenalTANBIH
Guru-guru
Istri
  • Ny. Jubaedah
  • Ny. Mulki
  • Hj. Siti Juhriyah
  • Ny. Enok
  • Hj. Uneh
Keturunan
  • Ny. Siti Sufiyah
  • Ny. Siti Sukanah
  • Moh. Malik
  • H. A. Dahlan
  • Hj. Endah Saʿadah
  • Pangersa Abah Anom
  • Hj. Uwas Wasiʿah
  • Hj. Didah Rosidah
  • Hj. Yuyu Juhriyah
  • KH. Noor Anom Mubarok
Orang tua
  • Noor Muhammad ra. alias Raden Nurapradja atau Eyang Upas
  • Ibu Emah
Keluarga
  • KH. Moh. Hasan
  • Eyang Alkiyah
  • H. Azhuri
  • KH. Zaenal
  • KH. Oleh
  • Eyang Ita
  • H. Noor
  • Karsih
  • H. Nurhamad
  • Muhari

Pangersa Abah Sepuh tercatat dilahirkan pada tahun 1836 di Kampung Cicalung, Desa Bojongbentang, Kecamatan Tarikolot, Kabupaten Sumedang, Hindia Belanda (sekarang, Kampung Cicalung, Desa Tanjungsari, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) dari pasangan Noor Muhammad ra. alias Raden Nurapradja (Eyang Upas) dengan Ibu Emah.

Sejak kecil, ia sudah gemar mengaji atau mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat.[butuh rujukan] Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya.[butuh rujukan] Di Pesantren Sukamiskin, Bandung, ia mendalami fiqih, nahwu, dan sorof.[butuh rujukan] Ia kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan, Tasikmalaya. Ia kemudian menunaikan ibadah haji yang pertama.[butuh rujukan]

Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan, Tasikmalaya, ia masih terus belajar dan mendalami ilmu Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon.[butuh rujukan] Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya - Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya ia memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, ia diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah oleh Syaikh Tolhah.[butuh rujukan] Ia juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syaikh Kholil, Bangkalan Madura, dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.

Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan dalam penyebaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, ia beserta keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah Haji Tirta untuk sementara.[butuh rujukan] Selanjutnya ia pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.[butuh rujukan]

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya.[butuh rujukan] Ia memperoleh gelar Syaikh Mursyid.[butuh rujukan] Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya dari Bandung, ia bermukim di rumah Haji Sobari Jl. Cihideung No. 39 Tasikmalaya dari tahun 1950-1956 sampai ia wafat.[butuh rujukan]

Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun.[butuh rujukan] Ia menniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa Tanbih yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, Pondok Pesantren Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.[butuh rujukan]

Pranala luar

sunting