Lokomotif D52

salah satu lokomotif uap di Indonesia
(Dialihkan dari 2-8-2)

Lokomotif D 52 adalah lokomotif uap multiguna yang dioperasikan oleh Djawatan Kereta Api (DKA). Lokomotif ini merupakan satu-satunya jenis lokomotif uap jalur utama yang dipesan oleh Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.[1]

Lokomotif D52
Lokomotif D52099 di seberang emplasemen Stasiun Purwosari, 2024
Jenis dan asal
Sumber tenagauap
ProdusenFried Krupp, Jerman
Nomor seriD52
ModelMikado
Tanggal produksi1951-1952
Jumlah diproduksi100 unit
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte2-8-2
 • AAR1-D-1
 • UIC1D1
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda1.503 mm
Panjang14.135 mm
Lebar2.642 mm
Tinggi3.720 mm
Jenis bahan bakarBatubara / Minyak residu
Kapasitas bahan bakarBatubara 8 ton
Residu 6 ton
Kapasitas air25 m²
ElektrifikasiJ. Stone & Co. Ltd
Jumlah silinder500 mm x 600 mm
Rem rangkaianRem vakum, rem uap (rem lokomotif), dan rem manual (handbrake)
Performansi
Daya mesin1.2 MW
Karier
LokalPulau Jawa dan Pulau Sumatera

Sejarah

sunting

Pasca kolonialisasi, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk melakukan nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia, salah satunya adalah Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda. Perusahaan ini berganti nama menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). DKA mewarisi armada lokomotif, kereta serta gerbong yang berumur tua serta banyak yang rusak akibat perang. Untuk memodernisasi armada sarananya, DKA memesan lokomotif, kereta dan gerbong baru ke berbagai perusahaan di luar negeri. Salah satu lokomotif yang dipesan adalah lokomotif uap D 52. Sebanyak 100 unit lokomotif uap bergandar 2-8-2 ini dipesan oleh pemerintah Indonesia. Seluruhnya dibuat oleh pabrikan Fried Krupp di Essen, Jerman, mulai tahun 1950.

Fungsi lokomotif D 52 di Jawa dititik beratkan sebagai angkutan penumpang dibanding angkutan barang. Sebagian masyarakat bahkan mengidolakan lokomotif ini lantaran kesetiaannya mengantar penumpang ke mana saja. Seperti yang terjadi di lintas Madiun-Kertosono yaitu kereta api KA Rapih Dhoho. Sebaliknya di Sumatera Selatan, lokomotif ini difungsikan sebagai angkutan barang, yaitu untuk menarik rangkaian batubara.

Lokomotif ini tersebar di 8 depo lokomotif di Jawa dan Sumatra, yaitu:

D52 sempat ditempatkan di Bandung. Tetapi sejak tahun 1965, D52 milik Depo Lokomotif Bandung mulai disebar ke depo-depo lain karena D52065 larat di sekitaran Trowek (sekarang Cirahayu) yang membuat D52 lain dilarang masuk petak Ciawi-Bandung-Purwakarta. [2]

Fitur dan Teknologi

sunting

Sebagian orang membandingkan lokomotif ini dengan lokomotif Baureihe 41 (BR 41) milik perusahaan kereta api federal Jerman (Deustche Bundesbahn), yang dibuat oleh pabrik yang sama, dalam kurun waktu yang sama. Lokomotif D 52 memiliki fitur-fitur khas lokomotif buatan Jerman, seperti smoke deflector tipe Witte, boiler standar einheitslok, dan beberapa fitur lain.

D 52 boleh dikatakan sebagai lokomotif uap paling modern yang pernah dimiliki indonesia. Dengan diameter roda penggerak yang besar (1.503 mm), Lokomotif ini dirancang agar dapat berlari dengan kecepatan maksimum hingga 90 km/jam, jarang dicapai oleh lokomotif lain pada saat itu. Hal ini membuat lokomotif D 52 sangat cocok menarik kereta barang dan penumpang cepat di dataran rendah, namun sangat buruk untuk jalur pegunungan (terutama di Jawa Barat), karena kecenderungannya untuk berjalan kencang.

Selain itu, lokomotif ini juga memliki tekanan uap yang sangat tinggi (1.6 MPa), melebihi lokomotif mallet seperti DD52 sekalipun. Hal ini dapat berakibat fatal, karena kekeliruan dalam menangani ketel uap dapat menimbulkan ledakan yang mengakibatkan Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH). Contohnya adalah PLH yang melibatkan lokomotif D52084, saat menarik rangkaian gerbong barang dari Prupuk ke Purwokerto, diduga karena gangguan pada saluran uap lokomotif.

Konversi Bahan Bakar

sunting

Pada awal kedatangannya, lokomotif D 52 menggunakan 2 jenis bahan bakar. D52001 sampai D52050 menggunakan batu bara, sementara sisanya menggunakan minyak residu. Belakangan, antara tahun 1956 hingga 1965, sebanyak 21 unit lokomotif D 52 berbahan bakar batu bara dikonversi menjadi lokomotif berbahan bakar minyak residu. Pengerjaan konversi dilakukan oleh Balai Yasa Madiun (kini Pabrik PT. INKA). Sebanyak 29 unit lokomotif tetap tidak dikonversi, sepuluh diantaranya dikirim ke Sumatera Selatan.

Preservasi

sunting

Kini lokomotif D52 hanya tersisa satu unit utuh, yaitu bernomor D52099 di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah. Saat ini masih belum kunjung direstorasi setelah 2 tahun mangkrak di emplasemen ditutupi terpal dan dibiarkan terkena sinar matahari dan hujan. Saat ini D52099 telah dicat ulang dan katanya akan direstorasi. Terdapat 1 unit yang akan diselamatkan, tetapi terlanjur dirucat atau dibesituakan yaitu D52086. Sebelumnya D52086 digunakan sebagai penarik kereta luar biasa setiap tanggal 28 September hingga tahun 1990-an. Saat tim dari Balai Yasa Yogyakarta ingin mempreservasi lokomotif tersebut datang, lokomotif D52086 sudah mulai dibesituakan dan rodanya dinaikkan ke atas truk. D52099 adalah hasil kanibal dari lokomotif D52 yang lain seperti D52080, D52074 dan D52009.

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 103. ISBN 978-602-0818-55-9. 
  2. ^ Durrant, A. E. 1975. PNKA Power Parade. Middlesex, Eng: Continental Railway Circle. lih. hlm. 17-18

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting